Sunday, July 17, 2011

WISDOM OF GONTOR

Judul Buku : Wisdom of Gontor
Penulis : Tasirun Sulaiman

Penerbit : PT Mizan Pustaka

Cetakan I : September 2009
Tebal : 230 halaman


Siapa yang tidak mengenal Gontor. Mayoritas penduduk Indonesia, khususnya yang muslim sudah mengenal nama tersebut. Sebuah pondok pesantren yang pusatnya terletak di Ponorogo Jawa Timur. Walaupun pondok modern yang didirikan 1926 ini tempatnya di daerah terpencil dan diapit oleh dua pegununngan di kawasan selatan kota Ponorogo. Tapi kesunyian dan keterpencilan itu tiba-tiba menggema dan menggemuruh khususnya di tanah air Indonesia.


Seiring berjalannya waktu, kemudian nama Gontor menjadi semakin kian riuh dengan munculnya tokoh-tokoh, seperti Dr. Nurcholis Madjid, Kafrawi ridwan MA., Penasehat Golkar Pusat, Dr. Hafidz Basuki, esin penggerak Depag, Emha Ainun Nadjib, yang melesat dengan lautan jilbab hingga Kiai Kanjeng, Habib Chirzin, budayawan kondang asal kota Budeg dan KH. Hamam Ja’far dengan pesantren Pabelan yang melejit dengan Dr. Komaruddin Hidayatnya.
Setelah itu muncul meteor-meteor baru Gontor menghambur dengan hebatnya. Langit-langit Indonesia menjadi taman meteor yang menyenangkan tapi juga meletupkan suatu kekaguman yang tersimpan di balik dada. Dr. Hidayat Nur Wahid, Ketua MPR RI, Din Syamsuddin, Ketua PP Muhammadiyah, KH. Hasyim Muzadi, Ketua PP NU, Maftuh Basyuni, Menteri Agama, dan banyak lagi yang sekelas doktor yang menjadi penggerak dan pendobrak perjuanngan bangsa Indonesia.
Gontor dengan rupa dan pernak-perniknya telah memberikan pesona dan kekaguman tersendiri. Apalagi ketika peristiwa 11 September 2001 yang mengguncang dunia dan membuat Gorge Bush yang pernah singgah di hotel Salak, Bogor menjadi berang. Perang melawan teorisme pun dideklarasikan lalu orang-orang pun kaget sekali ketika Kiai Abu Bakar Ba’asyir disebut-sebut sebagai amir dari Jama’ah Islamiyah dan dituduh terlibat di balik bom-bom yang meledak di Indonesia. Dan Kiai Abu Bakar Ba’asyir adalah alumni Gontor. Fakta membuktikan bahwa Hidayat Nur Wahid dan beberapa alumni Gontor lain yang senior tidak takut-takut menyambangi Ba’asyir yang saat itu menjadi tahanan kepolisian. (hal. 21)
Namun apapun rupa bentuk alumni Gontor, tetap masih ditemukan sebuah warna yang masih bisa ditarik benang merahnya. Benang merah tersebut bersumber dari wisdom atau kearifan yang diajarkan Gontor, baik dari sikap dan keteladanan KH. Ahmad Sahal maupun KH. Imam Zarkasyi atau ajaran yang menjadi visi Gontor yang menyerupai semangat kebersamaan walaupun berbeda golongan, yang kemudian tercantum dalam motto Gontor “berdiri di atas dan untuk semua golongan”.
Buku Wisdom of Gontor yang ditulis oleh alumnus Gontor sendiri, Tasirun Sulaiman ini hadir untuk menjadi kesaksian yang bisa memberikan pemandangan dan lanskap serta nuansa baru bagi mereka yang ingin melihat Gontor. Atau bagi yang pernah belajar di sana, bisa saja buku ini membangkitkan nostalgia untuk mengenang dan mengingat kembali masa lalunya ketika berada di Gontor. Yang kemudian bisa dijadikan motivator kembali untuk mendapatkan sebuah kearifan sebagaimana yang telah diajarkan Gontor.
Buku ini telah banyak mendapatkan komentar baik dari alumni senior Gontor sendiri ataupun dari tokoh-tokoh yang lain. Pasalnya, memang benar Gontor telah mengajarkan nilai-nilai religiusitas dan humanitas di tengah-tengah perbedaan umat. Misalnya pengakuan Hidayat Nur Wahid, “moto dan Panca-Jiwa adalah ruh Pondok Modern Gontor. Trimurti, pendiri Gontor alm. KH. Ahmad Sahal, alm. KH. Zaenuddin Fananie, dan alm. KH. Imam Zarkasyi telah mencontohkan dalam amalan. Saya secara pribadi sangat terkesan dengan moto dan Panca-Jiwa. Dan kita dapat membacanya di buku Wisdom of Gontor ini”.
Hal menarik yang terdapat dalam buku ini adalah penjelasan tentang kearifan-kearifan yang ada di Gontor. Baik dalam perkataan-perkataan yang dilukis di atas dinding kelas ataupun dari berbagai aktivitas yang dilakukan oleh para santri dan astatidz dan para pembimbing yang ada di Gontor. Boleh dikatakan buku ini adalah sebuah gudang penyimpanan yang berisi kearifan-kearifan (wisdom) yang ada di pondok tersebut.
Ada sebuah cerita menarik. Suatu kali, siswa akhir dari suatu angkatan di Gontor , yang memiliki keahlian membuat letter atau kaligrafi, menghiasi gedung aula pertemuan dengan tulisan yang mengejutkan “berbuat baik jangan sekali, berbuat buruk baik sekali” Tulisan yang menghiasi ruang pertemuan itu tentu saja mematik dan mengejutkan setiap orang yang melihatnya. Tidak saja dari kalangan siswa, tapi guru dan pemimpin Gontor saat itu. Berbuat buruk baik sekali? Tentu saja pernyataan itu sepintas dan selayang pandang membuat orang terprovokasi dan memberontak. Tapi, jika direnungkan, tulisan kreatif tersebut memberikan makna yang dalam. Dia ingin berpesan: “Kalau memang pernah berbuat buruk, maka cukuplah sekali saja!” tapi apabila kalimat yang kedua yang dipilih tentulah kurang gagah. (hal. 37)
Apa maksud di balik pernyataan di atas?. Pernyataan di atas sangat sederhana namun mengandung makna yang mendalam. Artinya, bahwa untuk berbuat baik jangan hanya sekali saja. Pasalnya, untuk menjadi orang baik tidak cukup dengan kebaikan yang dikerjakan hanya sekali saja, akan tetapi butuh kontinuitas. Sedangkan berbuat buruk cukuplah hanya sekali. Jangan sampai diulang-ulang berkali-kali. Tidak dapat dipungkiri memang, karena manusia tak ada yang pernah luput dari salah dan dosa. Adapun pesan utama dari pernyataan di atas adalah, “jadilah orang baik”.
Pada intinya, buku ini merupakan sebuah kesaksian tentang pendidikan di Pondok Pesantren Modern Gontor. Berbagai macam kearifan diangkat dalam buku ini, mulai dari kisah-kisah lucu hingga nasehat-nasehat berharga dari para pendiri dan asatidz di Gontor. Menariknya lagi, buku ini ditulis dan dikemas dengan bahasa yang sangat sederhana sehingga akan memudahkan pembaca untuk mencerna isinya. Agar lebih tahu secara mendalam tentang kearifan apa saja yang ada di Gontor, pembaca bisa lebih dalam lagi menelusuri isi buku ini.
Selengkapnya...

Thursday, July 14, 2011

Menantang Takdir; Perempuan Pencari Cinta

Judul : Menantang Takdir; Perempuan Pencari Cinta
Penulis : Memed Gunawan
Penerbit : Yayasan Anak Petani

Dalam masyarakat beradab, perempuan menempati posisi tinggi yang dihormati dan diagungkan. Dia menjadi lambang keadilan, kearifan, budi luhur dan keteladanan. Perempuan atau ibu menjadi lambang awal segala keberadaan, sumber semua kejadian, yang mengasuh, mengayomi dan melanjutkan kehidupan. Kata “ibu” menjadi sakral dalam bahasa apapun di dunia.
Lihatlah betapa kuat arti ungkapan “Matematika Adalah Ibu Segala Ilmu” atau tanah air kita disebut “Ibu Pertiwi”. Dia dihormati dan diistimewakan lebih dari apapun sehingga kata Nabi seorang anak harus minta maaf kepada ibunya berkali-kali sebelum melakukannya kepada bapaknya. Karena begitu istimewanya maka diciptakan Hari Ibu, disediakan bus khusus untuk perempuan, ada keharusan mendahulukan perempuan atau Lady First, dan disediakan tempat parkir khusus untuk perempuan di mall.

Anggapan bahwa perempuan itu lemah juga tidak sepenuhnya benar. Sebutan perempuan diperlakukan sebagai kodratnya bukanlah berarti perempuan lemah. Arkeolog menemukan bukti bahwa pada zaman purbakala diperkirakan secara fisik perempuan lebih kuat dari pada laki-laki karena ternyata fosil tulang tangan perempuan lebih besar. Di dunia moderen pun perempuan berkuasa, menjadi negarawan dan menempati posisi tertinggi. Dia adalah Ratu. Di dunia satwa dikenal Kuda Betina yang binal dan Singa Betina yang sangar. Juga Ratu Lebah yang menempati posisi istimewa. Sementara sang ratu lebah disediakan royal jelly, madu istimewa untuk makanannya, lebah jantan dibunuh beramai-ramai oleh tentaranya sendiri setelah melakukan tugasnya membuahi Sang Ratu.

Di balik itu, pada komunitas tertentu, di zaman beradab ini terjadi kesedihan bertubi-tubi dialami kaum perempuan mulai dari perlakuan yang menyakitkan perasaan sampai penyiksaan fisik yang mencelakakan. Dunia membelanya tapi nasib mereka tidak banyak berubah. Ketika pengaduan mereka tidak ada yang menanggapi, nasib dan qodar dituding menjadi kambing hitam. Perempuan dilecehkan, direndahkan dan bahkan diperdagangkan. Ketika perempuan menyandang status “janda”, pandangan masyarakat langsung berubah, seolah mereka manusia kelas dua. Padahal perubahan status itu bukan kehendaknya.

Kecantikan tubuh tidak selamanya menjadi kelebihan bagi perempuan untuk berkiprah lebih baik dalam menjalani kehidupannya. Hidupnya ditentukan oleh banyak pihak. Itulah yang dihadapi Yuan dalam kisah ini. Ternyata kecantikan betul-betul hanya sebatas kulit. Perempuan cantik membawa ujian yang mahabesar akibat kecantikannya, karena keperempuanannya, dan karena dunia sekelilingnya.

Banyak permasalahan yang dihadapi setiap manusia, berbeda-beda macam dan kadarnya, tetapi yang pada umumnya terjadi, sikap orang lain terhadap seorang manusia tergantung pada sikap manusia itu dalam merepresentasikan dirinya di hadapan orang lain. Sikap orang lain hanyalah pantulan cermin dari sikap dirinya sendiri kepada orang lain. Kecuali nasib menentukan lain.
Selengkapnya...

Tuesday, July 12, 2011

ECONOM


Judul Novel : Econom
Tebal : 224 halaman
Terbitan : Azam
Penulis :

1. Hendri Tanjung (Doktor International Islamic University of Islamabad, Pakistan), Pembimbing FLP Pakistan
2. Irfan Azizi (Mahasiswa magister International Islamic University of Islamabad, Pakistan), anggota FLP Pakistan

Syauqi Dunya adalah salah seorang yang mempunyai perhatian terhadap perkembangan tata perekonomian syariah. Ia sering resah dengan kapitalisasi perekonomian. Geram terhadap seluruh fakta ketidakadilan di masyarakat, yang terus-menerus melahirkan komunitas-komunitas nestapa.

Ia bertekad menumbuhkan semangat kepada masyarakat untuk menjalankan perekonomian berlandaskan keadilan, perekonomian yang jauh dari sikap saling libas, perekonomian yang menjunjung tinggi solidaritas kemanusiaan.

Ia yakin suatu saat negeri ini akan mampu merasakan kemakmuran yang ditelurkan oleh usaha-usaha perekonomian yang berbasis keadilan dan kepedulian ini. Inilah sejumput rahmat Islam di sektor ekonomi. Sejumput rahmat ini harus bisa ditebarkan ke seluruh saentro negeri ini.

Ragam aneka persekongkolan pajak dan lonjakan harga-harga dengan penuh keangkuhannya itu telah membuat hatinya miris. “Ini tidak boleh dibiarkan”. Ujarnya sesaat.

“Kenapa pajak airport mahal?” gumamnya suatu ketika di pojok bangku pesawat yang ia tumpangi. Ah… itu hanya sekelumit urusan uang dalam hidup kita, yang ia gumamkan. Tapi yang sekelumit itu sudah menyatu dengan sekelumit lainnya. Yang sekelumit itu sudah menggunung. Maka kita memang harus segera berbuat. Kita harus membebaskan bangsa ini dari kapitalisme perekonomian. Karena sistem ini telah menjerat leher anak bangsa. Membuat rakyat miskin semakin miskin.

Ekonomi syariah mencitakan tersemainya kehidupan yang tentram, damai, dan akur. Itu cita seorang Syauqi Dunya. Itu juga seharusnya menjadi cita kita semua sebagai seorang muslim yang merindukan kesejahteraan merata ke seluruh pelosok negeri.

“Seandainya seluruh anak negeri ini, terutama mereka yang muslim, memilih bank syariah sebagai tempat untuk menyimpan uangnya, mungkin perjuangan mewujudkan tata perekonomian syariah tidak akan sulit.” Demikian ujarnya, mengidam-idamkan.

Syauqi Dunya yang kini seorang dosen di sebuah Universitas Islam akan menceritakan bagaimana perkembangan perbankan syariah kini. Ia juga akan berbagi tentang formula, guna kebangkitan perbankan syariah.

Baginya, perjalanan pasang surut bank syariah tidak bisa dilepaskan dengan keberadaan SDM yang melingkupinya. Maka ia juga bertutur tentang karakteristik seorang SDM perbankan syariah, yang dengan kerja-kerjanya, perbankan syariah akan terus melesat di pelataran perekonomian negeri ini.

Perjuangan menegakkan ekonomi syariah bukanlah perjuangan institusional semata yang sangat membutuhkan good will pemerintah, namun juga perjuangan sosial yang menyangkut kesejahteraan hidup rakyat banyak. Perjuangan yang juga membutuhkan sekian banyak sumbedaya insani dan dukungan dari berbagai pihak dalam bentuk apapun, demi mewujudkan keadilan, kesejahteraan, pemerataan dan kestabilan negara.

Econom adalah novel yang berlandaskan cerita nyata seorang pegiat ekonomi syariah. Novel ini hadir untuk memberikan pencerahan dan gambaran yang jelas tentang keunggulan ekonomi syariah. Novel ini juga ditujukan sebagai penyemangat gerak kemajuan ekonomi syariah, agar penduduk negeri ini yang mayoritas muslim mampu memahami dengan baik komponen solusi Islam di bidang perekonomian.

Pencerahan tentang berbagai hal yang selalu menjadi pertanyaan bagi masyarakat mengenai keunggulan ekonomi syariah dalam memajukan sektor riil sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi, keragu-raguan terhadap sistem perbankan syariah, kepedulian terhadap masyarakat dhuafa, hingga prospek masa depan ekonomi syariah di jelaskan lugas dan cukup detil melalui rangkaian narasi, dialog dan diskusi, sehingga membaca novel ini ibarat hadir dalam perkuliahan namun tidak terkesan membosankan bahkan menjadi sangat menarik untuk di simak karena dipaparkan dalam cerita-cerita yang berkesan dan menyentuh hati. Alur ceritanya yang disetting sedemikian rupa membuat pembaca jadi penasaran. Inilah salah satu kelebihan novel ini selain substansinya yang berlatar belakang ekonomi syariah.

Bagi saudara-saudara non-muslim, novel ini semoga mampu memberikan gambaran yang baik tentang keuniversalan ajaran Islam. Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan tanpa memandang status dan agama seseorang. Islam yang menghendaki kesejahteraan tersebar merata ke setiap warga masyarakat tanpa membeda-bedakan SARA. Maka, jika memang sistem ekonomi syariah baik untuk kemajuan negeri ini, juga kesejahteraan masyarakatnya, mngapa kita tidak bersama mendukungnya sebagai sebuah solusi keterpurukan ekonomi.

Econom adalah serial pertama dari rangkaian novel pengenalan ekonomi Syariah. Insya Allah serial selanjutnya akan segera hadir. Selamat membaca!
Selengkapnya...

Orang Miskin dilarang Sekolah


Judul : Orang Miskin dilarang Sekolah
Penulis : Wiwia Prasetyo
Penerbit : Diva Press


Pendidikan kita memang kacau-balau. Pemegang kebijakan tampaknya tuli dengan kritik dan cercaan yang ditujukan padanya. Padahal kita tahu pendidikan adalah cermin peradaban dan kualitas bangsa.

Kini wajah pendidikan semakin dicemari oleh mahalnya biaya dan kekerasan yang terjadi di dalamnya. Para korban, lagi-lagi adalah orang miskin yang menjadi mayoritas penduduk negeri ini. Kepercayaan atas pendidikan kian luntur, apalagi jaminan masa depannya juga kabur.

Untuk itulah buku ini ditulis. Ia meneriakkan kembali suara protes; mengingatkan bahwa pendidikan yang bobrok menghasilkan lulusan yang lemah atau bahkan brengsek. Dilengkapi data yang mencengangkan dan kartun yang lucu, buku ini mengajak kita tertawa sekaligus kritis akan dunia pendidikan. Inilah bacaan tepat bagi mereka yang menjadi korban maupun pelaku pendidikan.

”Sungguh mengerikan dan bahkan melukai hati saat membaca novel ini. Jika kita masih punya nurani, kita akan merasa dihajar habis-habisan oleh novel ini. Bagaimana tidak?! Bukankah tak pernah ada orang yang bermimpi lahir jadi miskin, kere, tak punya apa-apa, tapi gara-gara itu semua mereka tak diberi hak untuk pintar, cerdas, kreatif, dan inovatif?! Mereka dilarang memasuki dunia sekolah, fasilitas bermain yang menggoda, hingga mereka hanya bisa memagut dagu dari balik pagar tinggi nan angkuh dengan mata kecil yang penuh rayu dan pilu. Ya Tuhan, mimpi itu amat jauh dari jangkauan tangan mungil mereka, (tepatnya) dibuat jauh oleh dzalimnya 'penilaian harga manusia' atas dasar kaya-miskin.
Selengkapnya...

Monday, July 11, 2011

PENETRASI IDEOLOGI


JUDUL : PENETRASI IDEOLOGI
KARYA : IHSAN TANJUNG

PENERBIT : ERA MUSLIM GLOBAL

Setiap Muslim pasti menginginkan dirinya kelak di akhirat memperoleh rahmat dan ampunan Allah Subhanahu wa ta'aala sehingga ia berhak dimasukkan ke dalam surga penuh kenikmatan dan dijauhkan dari neraka penuh kesengsaraan.
Dengan begitu tidaklah mungkin ada seorang muslim, bahkan seorang manusia beragama apapun, yang dengan sukarela menyatakan dirinya enggan masuk surga alias ingin masuk neraka sehingga Allah Subhaanahu wa ta'aala memerintahkan orang orang beriman agar berislam dengan masuk ke dalam ajaranNya secara total. Bahkan perintah Allah Subhanahu wa ta'aala tersebut diiringi dengan keharusan menjauh dari langkah langkah setan pada setiap tempat dan zaman.

Adapun zaman yang sedang kita jalani dewasa ini merupakan zaman sarat fitnah. Banyak pesan Nabi Muhammad Shollallahu 'alaih wa sallam mengabarkan mengenai fitnah di akhir zaman, dan kabar nubuwah tersebut sangat cocok menggambarkan zaman yang sedang kita lalui saat ini. Inilah zaman ketika giliran kemenangan di dunia bukan berada di pihak ummat Islam....

Demikian benang merah buku yang ada di hadapan pembaca, setidaknya penulis berikhtiar untuk menjawab bagaimana seharusnya seorang muslim menghadapi terjangan terjangan fitnah akhir zaman yang sangat membingungkan ini demi menyelamatkan keyakinan imannya, selamat membaca...
Selengkapnya...

Thursday, July 7, 2011

“Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”


Karya:

Buya Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah)

Kenapa Novel lawas ini dibahas dalam resensi novel blog ini. Ada beberapa alasan; pertama, buya adalah legenda, baik dalam masalah kesusasteraan Indonesia, maupun keagamaan serta cara bersikap dalam mempertahankan prinsip menentang perbedaan dari penguasa. Kedua, novel ini memiliki daya magis kata-kata yang menghanyutkan.

Buku ini menceritakan kisah cinta antara Hayati dan Zainuddin. Sebuah cerita cinta tak kesampaian. Bukan karena tidak saling mencintai melainkan masalah klasik bahwa salah satu pihak (Zainuddin) dianggap tidak memiliki kepantasan oleh keluarga sang perempuan untuk mendampinginya. Zainuddin tak peduli hingga diusir dari kampung. Dia tetap mencintainya dari jauh. Bertahan dengan surat-surat cintanya yang meratap. Cinta Zainuddin yang tak pernah bimbang bertemu dengan desakan dari pelbagai pihak untuk menghancurkan cinta Hayati. Tidak hanya dari keluarga tapi juga dari sahabatnya sendiri. Akibatnya pertahanan Hayati “patah” jua. Ia akhirnya menikah dengan kakak sahabatnya Khadijah.

Kejadian itu membuat Zainuddin hancur hatinya, membuatnya sakit parah. Sahabatnya kemudian menasehatinya untuk merantau melupakan cintanya ke pulau jawa. Tapi cinta sejatinya tidak pernah pudar. Tapi ia berupaya merubah hidupnya menjadi penulis novel, roman percintaan. Dikarenakan hatinya pernah disakiti, kata-katanya begitu merasuk, mendalam dan kena di hati para pembaca. Kerja barunya itu akhirnya menemukan tempat, ia segera menjadi penulis kenamaan. Di rantau ia dipuja-puji. Ia kemudian menjadi penulis yang ditunggu novelnya.

Dalam novel ini buya menampilkan jalan cerita roman yang sesungguhnya sangat umum ketika itu, yaitu “kasih tak sampai”. Namun yang luar biasa adalah cara buya menuturkan cerita ini, hingga tanpa kita sadari airmata menitik sudah. Novel ini dianggap salah satu masterpiece Buya selain “di bawah lindungan ka’bah”.

Bagi para pencinta novel saya tentu sarankan membaca novel ini….
Selengkapnya...

Tuesday, June 28, 2011


Penulis: Agus Handoko, M.Phil
Judul : Bagaimana Saya Berjihad
Penerbit: Pustaka Pena Ilahi
Tahun : 2011


Pada saat usai peperangan besar, Rasulullah Saw. mengatakan bahwa setelah ini umat Islam akan menghadapi jihad yang lebih besar. Spontan para sahabat bertanya, gerangan apakah jihad yang lebih besar itu. Beliau mengatakan yaitu jihad melawan hawa nafsu.

Dari cerita diatas, pada hakikatnya Rasulullah Saw. ingin menceritakan bahwa jihad tidak dapat diartikan dengan pandangan sempit belaka. Ia tidak melulu berhubungan dengan peperangan. Tetapi ia dapat diartikan dengan makna luas sebagai bentuk perjuangan dan usaha keras melawan hawa nafsu. Sebuah penyakit keturunan yang selalu merasuk dan menggerogoti jiwa dan semangat umat manusia.

Jihad, pada saat ini dianggap sebagai salah satu konsep Islam yang paling sering disalahpahami oleh sebagian umat Islam pada khususnya, dan bagi kalangan Barat dan non-muslim pada umumnya. Mereka memandang jihad sebagai ajaran buruk yang harus dihindari, bahkan dihapuskan dari sisi Islam. Padahal jihad harus diakui merupakan bagian integral dari wacana Islam sejak masa-masa awal hingga kontemporer. Jihad adalah bagian Islam dan Islam mencangkup ruh-ruh jihad.

Diskursus tentang jihad sedikit demi sedikit telah mengalami pergeseran dan perubahan sesuai dengan konteks dan zaman saat ini. Sebagaimana dikatakan baginda Rasulullah Saw. akan ada jihad yang lebih besar dari peperangan, yaitu jihad melawan hawa nafsu.

Salah paham terhadap jihad bagi kalangan Islam militan atau phobia jihad bagi kalangan awam sudah seharusnya ditepis jauh-jauh. Dalam hal ini, saudara H. Agus Handoko, M.Phil yang notabene seorang akademisi, pemikir dan juga alumni S2 Internasional Islamic University (IIU) Islamabad Pakistan dalam bidang pengkajian ilmu tafsir, berupaya mengulas secara mendalam hakikat dari jihad ini. Jihad yang sering ditanggapi dengan bahasa kekerasan diurai oleh beliau dengan halus dan tidak dalam pengertian sempit.
Selengkapnya...

Sunday, June 26, 2011

CINTA MAYA DI DUNIA MAYA


Judul Buku: Cinta Maya: Cinta Maya di Dunia Maya, Adakah?
ISBN: 9786028597630

Penulis: AKI

Penerbit: Leutika

Terbit: Mei 2011

Tebal: 172 halaman



Seperti ajang pencarian jodoh, dunia maya alias internet kini berlomba-lomba buat jadi mak comblang. Banyak orang yang merasa senang, sampai-sampai bilang: "Miss Internet, makasih lho… gue ketemu sama si Incun gara-gara elo. Kami jadian hari bla… bulan bla… tahun bla …." Atau, ada juga yang apes hingga keluar kalimat: "Miss internet yang cantik … makasih ya udah nyomblangin aku sama si X. Cinta udah bersemi di antara kami. Tapi sayang, musim semi yang kurang mengesankan. Dia yang Miss Internet pajang dengan foto menawan, ternyata mempunyai wajah yang menawan juga, asal dilihatnya dari sedotan …."
Nah, itulah beberapa yang dicurahkan oleh para cyber lover, seperti yang diceritakan di buku ini. Mulai dari awal perkenalan, LDR (long distance relationship), hingga janji ketemuan di suatu kota, dilakoni sama mereka. Tak hanya itu yang terjadi. Bahkan, kisah cinta sepasang netter yang awalnya manis semanis madu, tiba-tiba bisa sangat pahit hanya karena pertarungan mereka di dalam games online. games, tapi ternyata buntutnya sampai memanjang ke kehidupan nyata. Seru kan? Masih banyak kok cerita lain di buku ini. So, don't miss it!

Selengkapnya...

Monday, June 6, 2011

Penegakan Hukum Progresif


oleh: Satjipto Rahardjo
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Edisi : Soft Cover
ISBN-13 : 9789797095154
Tgl Penerbitan : 2010-09-05
Bahasa : Indonesia

Halaman : 288
Ukuran : 140x210x0


Negara hukum yang dilahirkan tahun 1945 adalah suatu proyek besar. Sebagai proyek ia tidak begitu saja serta merta menjadi, melainkan sesuatu yang terus menerus perlu dibangun, mewujud nyata. (Satjipto Rahardjo, 2007)

Mafia Peradilan. Korupsi kekuasaan. Isu suap di Mahkamah Agung. Demikian banyak persoalan yang melanda penegakan hukum di Indonesia dan tidak pernah tuntas. Mengapa? Karena penegak hukum dan semua elemen masyarakat tidak berani keluar dari alur tradisi penegakkan hukum yang semata-mata bersandarkan pada peraturan perundang-undangan.

Hukum modern yang dicirikan rasional, otonom, tertutup yang membeku dalam doktrin The Rule of Law bukanlah nilai universal yang bisa berlaku di ladang negara-negara yang tidak memiliki sejarah sama dengan Eropa. (Rahardjo. 2007: 10-11). Hukum nasional yang nota bene berwatak modern dan liberal “membunuh” hukum adat yang hidup (living law) dalam interaksi masyarakat. Kualitas penegakan hukum itu beda-beda. Konon seorang pemimpin China memesan 100 peti mati untuk para koruptor dan salah satunya adalah untuk dirinya, manakala ia melakukan korupsi. Sementara dibanyak negara ada yang melakukan penegakan hukum secara lunak dan bahkan bisa dikomersilkan dengan istilah yang lebih kasar adalah jual beli hukum. Di Indonesia, hukum oleh beberapa kalangan, dianggap sebuah virus yang membuat masyarakat berupaya sekuat tenaga untuk menghindar. Dapat dilihat dengan terbitnya peraturan baru pasti bukan kabar gembira yang diterima sukacita. Pembentuknya saja tidak antusias. Dan kalau digugat malah berkilah: ketentuan semacam itu terpaksa dibuat. Padahal tidak pernah ada inspirasi dalam aksi terpaksa. Jadi, salah besar kalau pemimpin negara berharap rakyat akan lekas bergerak asal peraturan dibuat. Sebab, tindakan sadar butuh alasan, bukan sekadar rangkaian perintah dan pembatasan.

Hukum itu bukan hanya tatanan determinatif yang sengaja dibikin (rule making) tetapi perlu dilakukan terobosan-terobosan (rule breaking) untuk mencapai tujuannya yang paling tinggi. Karl Ranner menyatakan agar hukum itu dibiarkan mencari dan menemukan jalannya sendiri secara progresif, “the development of the law gradually works out what is socially reasonable”.

Di saat peraturan perundang-undangan tidak mengakomodir secara yuridis kepentingan masyarakat atau di kala penerapan hukum mematahkan pemenuhan hak dan kewajiban masyarakat, maka hukum sebagai suatu cerminan sosiologis masyarakat akan mencari dan menemukan jalannya sendiri. Dengan kata lain bahwa hukum adalah untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Nilai ini menempatkan bahwa yang menjadi titik sentral dari hukum bukanlah hukum itu sendiri, melainkan manusia. Bila manusia berpegang pada keyakinan bahwa manusia ada untuk hukum, maka manusia itu akan selalu diusahakan, mungkin juga dipaksakan, untuk bisa masuk ke dalam skema-skema yang telah dibuat oleh hukum. Pandangan ini adalah pandangan yang menolak logosentris dengan berpaling pada antoposentis yang humanis. Dengan memperhatikan masyarakat, maka hukum akan terus hidup (living) dalam masyarakat. Dapat dibilang hukum itu menjadi progresif.

Hukum Progresif dan Hukum yang Demokratis

Prof. Satjipto Rahardjo yang mulai menggulirkan Hukum Progresif sejak tahun 2002 menyatakan bahwa Hukum yang Progresif menolak untuk mempertahankan status quo dalam berhukum. Mempertahankan status quo berarti mempertahankan segalanya, dan hukum adalah tolak ukur untuk semuanya. Pandangan status quo itu sejalan dengan cara positivistik, normatif dan legalistik. Sehingga sekali undang-undang menyatakan atau merumuskan seperti itu, kita tidak bisa berbuat banyak, kecuali hukumnya dirubah terlebih dahulu. Prof Tjip secara ringkas memberikan rumusan sederhana tentang hukum progresif, yaitu melakukan pembebasan, baik dalam cara berpikir maupun bertindak dalam hukum, sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdi kepada manusia dan kemanusiaan. (Rahardjo. Sejak digulirkan tahun 2002, sudah banyak orang yang tergugah dengan pendekatan hukum progresif karena dia dianggap sebagai pendekatan alternatif di tengah kejumudan positivisme hukum. Kalangan positivisme hukum diam-diam memperhitungkan Hukum Progresif sebagai benih yang berangsur siap di semai di lahan sosial, yang akan merepotkan kalangan yang memposisikan hukum sebagai mesin yang mekanistik, rasional dan berkepastian. Sejak kira-kira tahun 2002 pula gairah menseriusi Hukum Progresif muncul, namun belum membeku menjadi konsep yang dapat diterapkan menjadi tujuan. Sepanjang ini hanya digunakan sebagai argumen dan perasaan kepedulian (senziting concept). Pendekatan ini memang terbuka (inklusif) tapi bila akan mengeras menjadi barikade tentu memerlukan agensi yang jelas, paradigma dan pola pengembangan aksional, barangkali dengan institusional yang kultural. Dalam situasi “normal” saja hukum banyak dikenal sebagai institusi yang mahal, apalagi dalam keadaan krisis dan keterpurukan bangsa sekarang. Ia menjadi mahal, karena hukum modern banyak bertumpu pada prosedur, birokrasi dan sebagainya. Belum lagi ditambahkan sifat liberal dan kapitalistik hukum modern. Pada titik inilah terjadi banyak keluhan, hukum sudah menjadi obyek bisnis. Hukum tidak lagi bisa diandalkan menjadi tempat untuk mencari dan menemukan keadilan.

Hukum tidak boleh dibiarkan menjadi ranah esoterik, yang hanya boleh dan bisa dimasuki para lawyer sekalian pikirannya yang spesialistis, yang biasanya berkutat pada “peraturan dan logika”. Hingga kini, cara berpikir dan menjalankan hukum seperti itu masih dominan, yang dikenal sebagai analytical jurisprudence atau rechtsdogmatiek. Dengan berpikir seperti itu praktek hukum hanya dibatasi ranah peraturan dan logika peraturan. Tidak! Hukum juga perlu ditarik keluar memasuki ranah kehidupan sehari-hari dengan sekalian harapan, keresahan, dan kebutuhan masyarakat. Singkat kata, hukum tidak boleh hanya menjadi permainan kata-kata, tetapi perlu bermakna sosial. Hukum yang anti-progresif tidak berpikir sejauh itu. Mereka hanya berpikir, supremasi hukum sudah diwujudkan dengan memperlihatkan kesibukan menerapkan peraturan dengan menggunakan logika. Tidak bisa! Bila ini yang terjadi, tidak ada gunanya kita mempromosikan supremasi hukum, karena hukum hanya akan menjadi permainan para lawyer dan elite politik, jauh dari memberi kesejahteraan, keadilan, dan kebahagiaan kepada rakyat. Bahkan lebih dari itu supremasi hukum menjadi safe haven, tempat berlindung yang aman bagi para koruptor. Dan itu sudah terjadi melalui tontonan tentang bagaimana hukum sulit menangani korupsi di negeri ini.

Hukum tidak ingin hanya menjadi monopoli para lawyer, tetapi ingin bersosialisasi, berjabatan tangan dengan rakyat, ingin memberi jasa sosial kepada rakyatnya. Ia ingin bermakna mengantarkan keadilan dan kesejahteraan kepada rakyatnya (bringing justice to the people). Orang Indonesia toh masih percaya kepada hukum. Orang masih memberikan kesempatan kepada hukum untuk menata dan mengatur bangsa dan negara ini. Polisi, jaksa, hakim masih menjalankan tugasnya sehari-hari.Edmund Burke: “di segala formasi perintah-kuasa, rakyatlah pembuat hukumnya yang sejati”. Pada ideal itu, hukum dan rakyat bukan saja karib, malah, hanya terpilah garis-miring. Sehingga menyusun aturan tak ubahnya menenun-ikat. Ia mewajibkan keterampilan dan ketekunan. Juga menuntut habis olah pikiran, hati dan semangat juang. Kain yang dihasilkan, karenanya, melampaui fungsi minimumnya sebagai pelapis ketelanjangan. Ia mengutarakan martabat pemakainya, di atas suguhan keanggunan dan kenyamanan. Kerja menata adalah kerja budaya, menginspirasi adalah tugas kebudayaan. (http://perancangprogresif. blogspot.com/2007/01/legislasi-sebagai-kerja-kebudaya an.html).

Hukum progresif memberikan perhatian besar terhadap peranan perilaku manusia dalam berhukum. Perilaku di sini dipengaruhi oleh pengembangan pendidikan hukum. Selama ini pendidikan hukum lebih menekankan penguasaan terhadap perundang-undangan yang berakibat terpinggirnya manusia dari dan perbuatannya di dalam hukum. Faktor manusia dalam hukum sudah terlalu lama diabaikan untuk member tempat kepada hukum. Ide penegakan hukum progresif adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu hukum. Hukum berfungsi memberi panduan dan tidak membelenggu. Manusia-manusialah yang berperan lebih penting. (Rahardjo. 2007: xix).

Dengan demikian, hukum harus dibentuk secara demokratis dan aspiratif, isinya menjamin perikemanusiaan, dan ditujukan bagi keadilan dan kesejahteraan sosial. Para pembentuknyapun harus memperhatikan secara cermat kebutuhan masyarakat, memperhatikan hukum yang memang sudah ada di masyarakat. Sehingga, selain hukum yang akan terlahir adalah living law, juga hukum yang demokratis di negara hukum Indonesia ini akan segera mewujud nyata.

PENUTUP

Intinya, di berbagai tingkatan teritori, hukum masih bermasalah. Penulis buku “Membedah Hukum Progresif” (Kompas, Jakarta), Satjipto Rahardjo (2006: xix) dalam bahasa yang lugas, melukiskan, “Fakultas-fakultas hukum memang dituntut untuk menghasilkan lawyers yang handal secara profesional, tetapi pengalaman di negeri kita, itu saja belum cukup. Meminjam perumpamaan yang dibuat oleh Gerry Spence, seorang advokat senior di Amerika Serikat yang sangat peduli dengan kualitas penyelenggaraan hukum di negerinya, ‘pelana kuda seharga sepuluh ribu dollar’. Kelemahan lawyers di Amerika bukan disebabkan oleh profesionalnya, melainkan disebabkan oleh kualitasnya sebagai manusia (their incompetence begins not as lawyers, but as human beings). Pendidikan hukum Indonesia sebaiknya juga tak hanya mengejar produksi pelana kuda yang mahal, melainkan lebih daripada itu, juga kuda-kuda yang berharga jauh lebih mahal dari pelananya.”

Ada catatan penting yang diberikan Satjipto, bahwa faktor manusia dalam hukum sudah terlalu lama diabaikan untuk lebih memberi tempat kepada hukum. Salah satu upaya untuk membebaskan manusia dari belenggu hukum, menurut Satjipto, adalah dengan ide (penegakan) hukum progresif. Catatan penting lain yang diberikan Satjipto (2006: 1) dalam “Menggagas Hukum Progresif Indonesia (Pustaka Pelajar, Yogyakarta), bahwa berbicara ilmu hukum, kita akan berhadapan dengan suatu ilmu dengan sasaran objek yang nyaris tak bertepi. Hal ini menggambarkan betapa ilmu ini sangat luas karena bersentuhan dengan berbagai aspek kehidupan. Di samping itu, pada saat yang sama, berbagai aspek itu masih pula tidak bias dibatasi dengan wilayah teritori, baik lokal, kawasan, nasional, maupun global.

Maka tawaran hukum progresif, dalam konteks Indonesia, bagi Satjipto, didasari oleh keprihatinan terhadap rendahnya kontribusi ilmu hukum Indonesia dalam turut mencerahkan bangsa ini untuk keluar dari krisis, termasuk krisis di bidang hukum. Satjipto (2006: 2-3) mengingatkan, “Ilmu hukum progresif melampaui pikiran sesaat dan karena itu juga memiliki nilai-nilai ilmiah tersendiri, artinya ia bias diproyeksikan dan dibicarakan dalam konteks keilmuan secara universal. Karena itu, ilmu hukum progresif dihadapkan kepada dua medan (front), yaitu Indonesia dan dunia. Ilmu hukum tak bias bersifat steril dan mengisolasi diri dari sekalian perubahan yang terjadi di dunia“.

Dalam buku tersebut, Satjipto kembali mengingatkan bahwa bagi ilmu hukum progresif, hukum adalah untuk manusia, sedang pada ilmu praktis, manusia adalah lebih untuk hukum dan logika hukum.

Dalam buku tersebut, Prof. Satjipto Raharjo, S.H., yang menyatakan pemikiran hukum perlu kembali pada filosofis dasarnya, yaitu hukum untuk manusia. Dengan filosofis tersebut, maka manusia menjadi penentu dan titik orientasi hukum. Hukum bertugas melayani manusia, bukan sebaliknya. Oleh karena itu, hukum itu bukan merupakan institusi yang lepas dari kepentingan manusia. Mutu hukum ditentukan oleh kemampuannya untuk mengabdi pada kesejahteraan manusia. Ini menyebabkan hukum progresif menganut “ideologi” : Hukum yang pro-keadilan dan Hukum yang Pro-rakyat.

Dalam logika itulah revitalisasi hukum dilakukan setiap kali. Bagi hukum progresif, proses perubahan tidak lagi berpusat pada peraturan, tetapi pada kreativitas pelaku hukum mengaktualisasikan hukum dalam ruang dan waktu yang tepat. Para pelaku hukumprogresif dapat melakukan perubahan dengan melakukan pemaknaan yang kreatif terhadap peraturan yang ada, tanpa harus menunggu perubahanperaturan (changing the law. Peraturan buruk tidak harus menjadi penghalang bagi para pelaku hukum progresif untuk menghadikarkan keadilan untuk rakyat dan pencari keadilan, karena mereka dapat melakukan interprestasi secara baru setiap kali terhadap suatu peraturan.

Untuk itu agar hukum dirasakan manfaatnya, maka dibutuhkan jasa pelaku hukum yang kreatif menterjemahkan hukum itu dalam for a kepentingan-kepentingan sosial yang memang harus dilayaninya. Berdasarkan teori ini keadilan tidak bisa secara langsung ditemukan lewat proses logis–formal. Keadilan justru diperoleh lewat institusi, karenanya, argument-argumen logis formal “dicari” asesudah keadilan ditemukan untuk membingkai secara yuridis – formal keputusan yang diyakini adil tersebut. Oleh karma itu konsep hukum progresif, hukum tidak mengabdi bagi dirinya sendiri, melainkan untuk tujuan tang berada di luar dirinya.

B. Seharusnya Yang Kita Lakukan.

Apa yang menjadi kegalauan Prof. Satjipto Rahardjo terbukti antara laian susahnya penyelesaian kasus Lumpur Lapindo, tertangkapnya Jaksa Urip dalam dugaan suap kasus BLBI, dugaan penyuapan Anggota Dewan yang mengubah peruntukan lahan tertentu (lihah penangkapan anggita dewan al amin) dan masih banyak lagi kasus hukum yang tidak dapat ditegakan karena hukum kita tidak menjangkau karena hebatnya teknologi dan komunikasi sehingga perbuatan hukum tersebut tidak bisa dijerat dengan ketentuan yang ada atau prasarana hukumnya tidak memadai.

Sehubungan dengan teori progresif tersebut, seharusnya atas kondisi tersebut jangan dibiarkan saja dan hal ini akan membuat pelaku kecurangan dan pelanggran terhadap hukum akan terus terjadi karena lemahnya penegakan hukum khususnya. Untuk itu perlunya ada langkah progresif dari Pemerintah yang memberikan penyelengaraan hukum di Indonesia diberikan dirinya kewewenang untuk melakukan investigasi judicial dan terobosan-terbosan yang progesif sesuai dengan teori yang digagaskan oleh Prof. Satjito Rahardjo. Alasan kewenangan judicial tersebut adalah karena saat ini banyak modus kejahatan dan kecurangan dengan cara yang canggih dan memerlukan keahlian khusus untuk dapat menyeret pelakunya ke pengadilan. Dalam rangka meminimalisasikan kemungkinan kejahatan dan kecurangan, dalam penegakan hukum penyelengaraan hukum yang progresif atas investegasi, pengenaan sanksi yang ketat dan tegas bagi siapa melakukan tindak pelanggaran atau kejahatan tersebut terutama bagi siapa saja yang terlibat dalam aktifitas rekayasa hukum tersebut. Selain itu perlunya ada sikap bersama dari penyelengaraan hukum untuk menanggulangi masalah tersebut dan perlunya peningkatan mutu dari Sumber Daya Manusianya penyelengara hukum di Indonesia. Saya selaku penulis, mencoba merangkum teori ini dan menyadari betul banyak kekurannya. Namun atas rangkuman ini semoga dapat berguna bagi kita semua guna menambah wawasan dan pengetahuan
Selengkapnya...

Negara Paripurna


Negara Paripurna
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Pengarang : Yudi Latif
Halaman : 698 hal.
ISBN : 978-979-22-6947-5

“Sangatlah melegakan dan membanggakan bahwa dalam keterpurukan yang sedang dialami oleh bangsa kita, muncul seorang intelektual muda, Yudi Latif, yang mampu menjabarkan dan memperkaya Pancasila sampai pada akar-akar sejarahnya. Buku ini patut disebarluaskan dan dijadikan bacaan wajib bagi setiap warga negara Indonesia.”
--Kwik Kian Gie, Ekonom, Penggerak Pendidikan dan Mantan Menteri Koordinator Perekonomian

"Buku ini menunjukkan posisi dan kelas Yudi Latif sebagai intelektual-aktivis yang memiliki panggilan moral-intelektual tinggi untuk memantapkan Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia dengan pendekatan ilmiah. Saya yakin buku ini akan menjadi karya klasik yang selalu bisa jadi rujukan siapa pun yang ingin mengenal dan mendalami jati diri bangsa Indonesia. Buku ini wajib dimiliki dan dibaca oleh para aktivis sosial, politisi, dan penyelenggara pemerintahan.”
--Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

“Dalam buku Negara Paripurna ini, Yudi Latif tidak hanya menunjukkan keluasan pengetahuan namun juga kejernihan dan ketajaman seorang intelektual merdeka yang dilahirkan bangsa ini. Membaca buku ini, kita disadarkan bahwa para pendiri bangsa, dengan keluasan wawasan, ketulusan niat, kesungguhan mencapai yang terbaik serta tanggung jawabnya kepada nusa dan bangsa, telah mewariskan kepada kita suatu dasar falsafah dan pandangan hidup negara yang begitu visioner. Sebuah buku yang bisa menjadi lentera untuk memandu bangsa ini keluar dari kegelapan dan keterpurukan.”
--Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Pendiri Maarif Institute

“Yudi Latif mampu menafsirkan Pancasila secara kontekstual dan sarat dengan napas pluralisme dan inklusivisme. Ketuhanan Yang Maha Esa dia ‘reword’ menjadi Ketuhanan yang Berkebudayaan. Pancasila menjadi begitu hidup! Buku ini sungguh wajib dibaca oleh berbagai kalangan profesi, dihayati, dan kemudian kita jalani dalam kehidupan sehari-hari.”
--Sudhamek AWS, Ketua Majelis Buddhayana Indonesia

“Penulis berhasil menggali mutiara yang terpendam dan menyegarkan kembali kesadaran kita bahwa Pancasilalah perekat ke-kita-an kita, apalagi di tengah menguatnya rasa ke-kami-an di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Buku ini pantas menjadi rujukan yang relatif lengkap dalam upaya melakukan rejuvenasi atau restorasi Pancasila, sebelum generasi masa depan mendadak amnesia dengan falsafah hidup hasil jerih payah para pendiri bangsa.”
--Prof. Dr. Fasli Jalal, Ph.D.,Wakil Menteri Pendidikan Nasional RI
Selengkapnya...

Friday, April 8, 2011

The sacred romance of King Sulaiman and Queen Sheba


Penulis Waheeda El-Humayra
Penerbit PT Mizan Publika, 2008

ISBN 9791738548, 9789791738545

Tebal 256 halaman

Bahasa Indonesia



Pada saat Ratu Sheba, Bilqis, menerima pinangan Sulaiman, Raja Muda Ursyalim yang telah memiliki banyak istri, ia sedang menghadapi goncangan di negerinya. Sekian lama Bilqis diombang-ambing dalam keraguan untuk memantapkan pilihan hidupnya. Sementara itu, banyak pula penguasa negeri lain yang bermaksud menyunting dan bahkan tak ragu untuk menjadikan Bilqis sebagai satu-satunya perempuan dalam hidup mereka. Penantian dan ketidakpastian yang melelahkan itu berakhir tatkala Sulaiman menjemput Bilqis pada suatu pagi, di puncak kegamangan yang hampir menggerus harapan, untuk duduk di singgasana negeri Ursyalim.
Namun, selain Raja Daud dan segelintir orang, kehadiran Bilqis di negeri Ursyalim hanya disambut dingin oleh para penghuni istana. Di sisi lain, Sulaiman dihadapkan pada kedengkian Absyalum, abang tertuanya yang berambisi menggantikan Daud sebagai Raja Ursyalim. Pemberontakan terjadi. Sulaiman dan Bilqis pun hidup di pengasingan dalam sebuah cinta yang tak terpisahkan.
***

Bagaimanakah mereka menghadapi ujian-ujian cinta yang memberatkan itu? Mengapa pula Sulaiman begitu besar cintanya kepada Bilqis? Bagaimana dengan akhir pemberontakan Absyalum? Apa saja yang dilakukan Sulaiman dan Bilqis sampai-sampai kisah mereka diabadikan dalam Al-Quran?

Kisah cinta Sulaiman dan Bilqis digulirkan secara menarik oleh Waheeda El-Humayra. Pembaca tidak hanya diajak mengenal orang-orang besar pada masa itu, tapi juga dibawa menjelajahi peristiwa-peristiwa besar dan diseret ke dalam lorong waktu untuk merasakan suasana Yaman dan Jerusalem tiga ribu tahun yang lalu.

“Sebuah kisah megah yang diceritakan dengan cara menyarikan hikmah. Indah dan mencerahkan!”
—Andrea Hirata, penulis tetralogi Laskar Pelangi

“Membuat terharu dan sulit dilupakan ....”
—Ahmadun Yosi Herfanda, sastrawan senior Indonesia,redaktur budaya Republika
Selengkapnya...

Friday, January 28, 2011

EDENSOR


Hidup dan nasib, bisa tampak berantakan, misterius, fantastis dan sporadic, namun setiap elemennya adalah sub system keteraturan dari sebuah desain holistic yang sempurna. Menerima kehidupan berarti menerima kenyataan bahwa tak ada hal kecil apapun terjadi karena kebetulan. Ini fakta penciptaan yang tidak terbantahkan.
Rangkaian kata di atas di kutib oleh Andrea Hirata dari pemikiran Harun Yahya yang dijadikannya sebagai kalimat pembuka pada buku yang berjudul Edensor, buku ketiga dari tetralogi laskar pelangi.

Tetralogi laskar pelangi menceritakan rangkaian perjalanan seorang anak yang bernama “ikal” dan sekelompok teman masa kecilnya yang memiliki mimpi dan berjuang untuk memujudkannya. Keterbatasan ekonomi, jarak dan akses terhadap layanan pendidikan tidak memupus semangat mereka untuk bisa bersekolah, tak perduli seberapa besar rintangan yang akan mereka lalui. Pada akhirnya hanya dua orang anak yang tersisa, yang masih tetap berjuang mewujudkan mimpi untuk menaklukkan samudra kehidupan. Andrea Hirata adalah penulis muda yang tidak memiliki latar belakang jusnalistik tetapi memiliki kemampuan untuk menguak berbagai realita kehidupan dan menyarikannya menjadi sebuah tulisan yang apik dan mampu menggugah ketersadaran nurani setiap pembacanya. Buku ini diterbitkan pertama kali pada Mei 2007 oleh PT. Bentang Pustaka, telah menjadi best seller Indonesia dan terdapat hampir diseluruh toko-toko buku di Indonesia. Edensor mengulas tentang perjalan hidup Andrea dan Arai, saudara sekaligus teman seperjalanannya yang telah melalui banyak episode kehidupan, suka maupun duka. Pertemuannya dengan Weh, lelaki yang harus menanggung aib karena menderita penyakit burut, penyakit nista yang disebabkan oleh ulah nenek moyangnya yang telah berani melanggar aturan agama. Weh yang telah mengajarkannya cara membaca bintang, mengurai langit sebagai kitab terbentang serta membawanya pada satu pemahaman tentang konstelasi zodiak. Zenit dan nadir, pesan terakhir yang ditinggalkan Weh sebelum kematiannya. Weh adalah orang pertama yang telah mengenalkan Adrea pada diri sejatinya, dan telah menguatkan tekat Andrea untuk menjelajahi separuh belahan dunia, berjalan di atas tanah-tanah mimpi, dan menemukan cinta yang sesunguhnya. Pelajaran yang tidak akan ditemukan di bangku pendidikan formal, karena hanya kekuatan semesta yang mampu menguak realita kehidupan. Tawaran beasiswa dari Uni Eropa telah menjadi sebuah jembatan keberuntungan (magical bridge) yang menghantar mereka pada penjelajahan panjang di tanah-tanah mimpi, menjadi sebuah kunci yang telah membuka kotak pandora yang berisi mimpi-mimpi masa kecil mereka. Sebuah kerinduan untuk berbuat sesuatu bagi tanah kelahiran, memberikan kebanggaan bagi orangtua dan menyelesaikan mimpi-mimpi para sehabat yang telah terenggut oleh keterbatasan dan jerat kemelaratan. Universitas Sorbonne Perancis, telah menghantar mereka pada pertemuan dan persahabatan dengan mahasiwa dari berbagai belahan dunia dengan beragam latar belakang. Kehidupan bangsa eropa yang terkenal intelektual, dinamis dan efisien telah menunjukkan pada berbagai realita betapa rendahnya kualitas serta sistem pendidikan bangsa Indonesia. Hanya semangat dan tekad yang kuat yang mampu menghantar mereka pada sebuah keberanian untuk menjadi bagian dari sistem pendidikan yang modern. Kesenjangan tingkat pemahaman dan pengetahuan mengharuskan dua sobat karib ini berjuang untuk menyelesaikan pendidikan mereka. Keindahan benua eropa dan gemerlapnya dunia malam kota Paris memberikan daya tarik bagi siapapun yang melihatnya. Namun, tradisi dan etika back packer Kanada sangat menarik perhatian Andrea bahkan lebih menarik dibadingkan Katya. Mahasiswi jerman yang telah menolak cinta banyak pemuda dan memilih Andrea menjadi kekasihnya. Meskipun pada akhirnya perbedaan makna tentang mencintai telah membawa mereka kembali pada jalinan pertemanan. Kerinduan Andrea pada A Ling, perempuan masa kecil yang sangat dicintainya telah menguakkan kembali ingatannya tentang Edensor. Sebuah desa khayalan pada sebuah novel pemberian A Ling, karya Herriot yang berjudul Seandainya Mereka Bisa Bicara. Hamparan dataran hijau, bunga daffodil dan semerbak aroma rerumputan telah membawa andrea bekelana ke setiap sudut desa. Desa khayalan yang telah membuka jalan rahasia dalam kepala Andrea, jalan menuju penaklukan-penaklukan terbesar untuk menemukan A Ling, untuk menemukan cinta dan diri sejatinya. Andrea dan Arai berencana untuk melakukan perjalanan keliling benua Eropa mengikuti tradisi para pengelanan back packer Kanada. Rencana perjalanan panjang ini mendapat respon yang serius dari para sahabat, yang akhirnya dijadikan sebagai ajang pertaruhan untuk mengukur keberanian untuk menahklukkan tantangan. Penjelajahan panjang menjelajahi benua eropa dengan bermodal semangat dan keberanian. Perjalanan dimulai dari kota Paris Perancis melintasi benua Eropa dan berakhir di Spanyol. Pencarian Andrea akan cinta masa kecil telah membawa mereka melintasi rute perjalanan yang panjang melintasi benua Eropa hingga Tunisia, Zaire dan Casablanca di benua Afrika. Rasa lapar, kelelahan serta ancaman kematian karena kedinginan tidak menyurutkan semangat dan keberanian Andrea untuk menjelajahi enigma tentang A Ling yang kini menjadi semakin terang. Kota demi kota menghadirkan beragam realita yang semakin memperjelas makna pencarian Andrea. Sekuat apapun upaya untuk menemukan sesuatu, dan pada titik akhir upaya tersebut masih belum berhasil sesungguhnya kita sedang dihadapkan pada berbagai realita tentang diri kita. Pencarian cinta pada sosok perempuan bernama A Ling telah memberikan pembelajaran tentang makna cinta sejatinya, yaitu diri sendiri. Keberanian untuk bermimpi telah menghantar kita pada satu realita yang mengajarkan kita arti kebahagiaan yang sesungguhnya. Edensor, membawa kita pada perjalanan yang tidak hanya membawa kita pada tempat-tempat yang spektakuler, tidak hanya memberi kita tantangan ganas yang menghadapkan pada cinta putih, tetapi mampu membawa kita pada satu kesadaran kesejatian diri manusia. Toleransi, daya tahan dan integritas bukanlah hal yang dapat ditawar-tawar dalam keadaan apapun. Dibutuhkan semangat, kemauan dan daya juang tinggi untuk menghidupi setiap mimpi hingga mewujud dalam sebuah realita kehidupan.
Selengkapnya...

SANG PEMIMPI


Sang Pemimipi adalah novel yang menceritakan perjuangan tiga anak Belitong yang tinggal disebuah kampung Melayu. Mereka berjuang untuk meraih mimpi-mimpi mereka. Meskipunmereka hidup ditengah kemiskinan, mereka tidak mempedulikannya. Mereka mempunyai semangat yang membara, semangat yang tidak bisa diredam oleh apapun untuk meraih mimpi-mimpi mereka. Sang Pemimpi itu adalah Ikal, Arai, dan Jimbron. Bagi mereka mimpi adalah energi bagi kehidupan mereka masa kini untuk melangkah menuju masa depan yang mereka cita-citakan. Arai sebenarnya masih memiliki hubungan darah dengan Ikal. Dia sejak kecil sudah menjadi yatim piatu. Karena Arai tidak memiliki saudara lagi, maka dia diasuh oleh orang tua Ikal. Bagi ikal, Arai adalah saudara sekaligus sahabat terbaiknya. Jimbron, dia adalah sosok yang rapuh. Dia berbicara dengan gagap semenjak ayhnya meninggal dunia. Jimbron sangat terobsesi dengan kuda, karena diBelitong saat itu belum ada kuda. Jimbron memiliki kisah yang unik dengan obsesinya terhadap kuda. Anda akan merasa terhibur dengan tingkah Jimbron. Bagaimana kisah ketiga anak tersebut ? untuk mengetahui jawabannya bacalah novel Sang Pemimpi.

Setelah lulus SMP, mereka pergi merantau ke Magai untuk melanjutkan sekolah. Saat itu PN Timah Belitong sedang dalam keadaan terancam kolaps, sehingga di Belitong terjadi gelombang PHK besar-besaran. Akibatnya, banyak anak-anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah. Mereka bertiga melanjutkan sekolah dengan biaya dari hasil bekerjanya, mulai dari penyelam dipadang golf, affice boy disebuah kantor pemerintah, hingga akhirnya bekerja sebagai kuli ngambat. Mereka tinggal bersama dalam sebuah los kontrakan.

Novel ini menceritakan kisah memoar kehidupan Ikal, Arai, dan Jimbron dalam mewujutkan impian mereka. Semua kisahnya tersaji dalam 18 mozaik yang tidak terlalu panjang. Ada beberapa kisah yang menggugah, namun ada juga beberapa kisah yang lucu. Seperti pada mozaik bioskop, yang menceritakan kenakalan Ikal dan kedua sahabatnya. Selain itu, disela-sela kisah ketiga pemimpi yang terdapat dalam novel Sang Pemimpi, pembaca juga akan disuguhi potret landskap pulau Belitong lengkap dengan kondisi sosialnya.

Novel Sang Pemimpi, merupakan kelanjutan dari tetralogi Laskar Pelangi. Akan tetapi, didalam isi cerita novel Sang Pemimpi, tidak menceritakan tentang anggota Laskar Pelangi yang selalu bersama dalam cerita dari novel Laskar Pelangi. Dan ada potongan mozaik yang membuatku kecewa dengan cerita dalam novel, yaitu pada kalimat “Tak terasa aku telah menyelesaikan kuliahku” (hlm. 250). Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan dari penulis tentang kisah ini. Semoga kisah yang disembunyikan itu akan diceritakan dalam novel berikutnya.
Selengkapnya...

LASKAR PELANGI


Resensi buku kali ini tentang sebuah novel yang sangat inspiratif yaitu Laskar Pelangi. Laskar Pelangi mengisahkan anak-anak Belitung yang masih memiliki impian, harapan, dan cinta. Sekolah mereka, SD Muhammadiyah, merupakan sekolah yang terancam bubar jika jumlah murid tahun ajaran baru tidak mencapai sepuluh orang. Kehadiran anak kesepuluh disambut suka cita oleh semua orang. Ini merupakan awal mencapai mimpi-mimpi mereka. SD Muhammadiyah mengajarkan banyak hal kepada anak-anak Laskar Pelangi. Tiadanya fasilitas sekolah yang memadai, tak membuat mereka kehilangan kreativitas. Mereka terus belajar, berkembang, dan semakin dewasa. Hari-hari yang mereka lalui pun membuat persahabatan mereka semaikn erat.

Laskar Pelangi merupakan potret masyarakat Belitung yang bagai dua sisi mata uang. Sebagian dari mereka dapat menikmati hasil timah yang dikelola oleh PN (Perusahaan Negara) Timah. Sebagian lagi harus bekerja keras agar dapat bertahan hidup. Dalam keadaan seperti inilah, di tengah kekayaan alam Belitung dan kemiskinan, anak-anak Laskar Pelangi berusaha meraih mimpi mereka.

Novel ini banyak mengandung nilai-nilai moral yang diperlukan oleh kita saat ini. Untuk dapat mewujudkan cita-cita dan menjadi orang yang berguna, memang tak harus belajar di sekolah yang mahal dengan segala kelengkapan fasilitasnya yang modern. Anak-anak pun dapat belajar dari alam dan lingkungannya serta dapat maju dalam segala kekurangannya seperti anak-anak Laskar Pelangi. Namun, bukan berarti SD Muhammadiyah lain di negeri kita dibiarkan apa adanya. Masih banyak sekolah yang butuh perhatian lebih. Alangkah baiknya jika kita meningkatkan sarana dan prasarana sekolah untuk mencipta kan anak-anak bangsa yang cerdas.

Dapat dikatakan bahwa novel Laskar Pelangi merupakan salah satu novel populer Indonesia. Novel Laskar Pelangi banyak menginspirasi masyarakat terutama penulis muda yang ingin menyalurkan bakatnya. Novel ini banyak ditiru gaya dan temanya oleh penulis lain. Dengan lahirnya Laskar Pelangi, banyak masyarakat Indonesia terkena demam novel. Banyak orang yang tiba-tiba suka membaca novel dan karya sastra.

Mudah-mudahan resensi buku laskar pelangi ini bisa menginspirasi anda juga untuk mempertimbangkan membeli buku tersebut.
Selengkapnya...

DRAMA INDONESIA

Drama Indonesia Slideshow: Royun’s trip from Jakarta, Java, Indonesia to Bogor was created by TripAdvisor. See another Bogor slideshow. Take your travel photos and make a slideshow for free.