Resensi : Membongkar "Borok" Kesesatan JIL dan Ahmadiyah
Oleh: Rahmat Hidayat Nasution *
Ada musibah yang lebih menakutkan dibanding ledakan gunung Merapi yang kini sedang berstatus waspada. Dua diantara Musibah itu 'jaringan Islam Liberal' dan 'Jamaah Ahmadiyah'Ternyata, Indonesia saat ini sedang dihadapi dua musibah besar. Yaitu musibah akan meletusnya gunung merapi dan musibah "meletusnya" kembali "gaung" jaringan Islam Liberal. Tepatnya pada tanggal 17 April 2006, Dawam Raharjo dan teman-temannya melakukan demo terhadap menteri Agama RI, Maftuh Basumi dengan menggunakan jargon Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Keyakinan, untuk mencabut pernyataanya tentang sesatnya ajaran Ahmadiyah dan meminta maaf secara terbuka melalui media cetak dan elektronik atasan ucapannya.
Akting Dawam Raharjo pada saat ini hampir sama dengan akting yang diperankan Gus Dur dan kawan-kawan ketika menolak Fatwa MUI tentang sesatnya paham Ahmadiyah dan pelarangan pemahaman pluralisme agama, sekulerisme, dan liberalisme. Hanya bedanya, pada "episode" kali ini, Dawam Raharjo dan teman-temannya selain mengeluarkan tiga somasi, juga ada sedikit "nada" pengancaman terhadap Menteri Agama RI jika tidak menanggapi tuntutan mereka, maka skenario selanjutnya yang mereka tampilkan adalah menempuh jalur hukum. Sekalipun demikian, lakon kali ini, sebenarnya, hanya bertukar judul saja dengan apa yang terjadi pada Gus Dur dan kawan-kawannya terhadap fatwa MUI Juli 2005.Maka, cukup tepat sekali kebijakan yang dilakukan Menteri Agama RI untuk tidak akan mengajukan permintaan maaf terhadap jamaah Ahmadiyah, dan tidak mundur selangkah dalam menghadapi tekanan-tekanan di atas.
Dengan slogan "Maju terus pantang mundur" kayaknya Menteri Agama RI sudah siap menghadapi mereka. Apalagi, didukung olehFront Penanggulangan Ahmadiyah dan Aliran Sesat (FPAS).Itulah polemik yang tengah "meletus" pada saat ini. Adapun kewajiban kita sebagai muslim Indonesia saat ini adalah membantu Menteri Agama RI dari bahaya "letusan" yang dihembuskan oleh jaringan Islam Liberal. Caranya, dengan mengenal "borok" paham Islam liberal sendiri. Sebuah buku yang tebalnya 132 halaman dengan lebar 20,5 cm dengan data-data akurat dan analisa yang kritis telah memaparkan bebarapa "borok" jaringan Islam liberal. "Pluralisme Agama: Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak kontroversial" adalah judul bukunya.Memang, bila dilihat sejarah buku ini merupakan "bayan" untuk menjelaskan fatwa MUI dalam munasnya yang ke-7 pada 25-29 Juli 2005, namun buku ini laik sekali untuk kita baca dalam memahami "borok-borok" yang terdapat dalam Jaringan Islam liberal dan menggugat kembali somasi yang dikeluarkan Dawam Raharjo. Karena, somasi-somasi yang dihaturkan Dawam Raharjo dan teman-temannya tidak berbeda jauh dengan apa yang dilakukan Gus Dur dulu. Jadi, dengan memahami buku ini, akan dapat menilai benarkah Menteri Agama RI, Maftuh Basyumi salah dalam mengeluarkan pendapatnya? Dan apakah benar Dawam Raharjo benar-benar telah menjadi manusia pluralis atau hanya mengaku-ngaku manusia pluralis saja?Adian Husaini, MA sebagai penulis tak ragu-ragu mengeluarkan data-data dan analisanya yang kritis terhadap kelompok Jaringan Islam Liberal. Sebelum menjelaskan "borok-borok" yang terdapat dalam Jaringan Islam Liberal, kata sambutan pada buku ini ditulis oleh Anis Malik Thoha, PhD, Dosen Perbandingan Agama di Universitas Islam International Malaysia.
Dalam kata sambutannya, Anis Malik Thoha membeberkan sejarah munculnya wacana pluralisme agama yang ada pada awal abad ke-20 yang dilakonkan oleh seorang teolog Kristen Jerman bernama Ermst Troeltsch. Juga, dalam kata sambutan itu dijelaskan dua kelemahan mendasar yang terdapat dalam paham pluralisme agama, yaitu pertama, kaum pluralis mengklaim bahwa pluralisme menjunjung tinggi dan mengajarkan toleransi, tapi justru mereka sendiri yang tidak toleran karena menafikan "kebenaran ekslusif" sebuah agama. Kedua, Adanya "pemaksaan" nilai-nilai dan budaya Barat (westernisasi), terhadap negara-negara belahan di dunia bagian Timur, dengan berbagai bentuk dan cara.Dalam buku ini, penulis tak hanya membahas pro-kontra fatwa MUI saja. Juga membahas tentang Pluralisme Agama dan Dampaknya, Menjawab Propaganda Pluralisme, Ekslusivitas Islam dan The Da Vinci Code Problema Teologi Kristen, dan Pluralisme Agama.
Dalam Sub bab Koalisi Liberal-Ahmadiyah Vs MUI, Adian Husaini mencoba menampilkan visualisasi keprihatinan Aliansi Masayarkat Madani atas larangan dan tudingan sesat terhadap Ahmadiyah. Dawam Raharjo juga menjadi salah satu anggota aliansi tersebut, dan komentarnya pada waktu itu nyaris tak jauh berbeda dengan apa yang dituduhkannya kepada Maftuh Basyumi saat ini. Dawam Raharjo menilai bahwa MUI justru menjadi sumber konfilk agama dan tidak menghargai hak asasi manusia. Penilaiannya itu selaras dalam somasi kedua dan ketiga yang diajukannya kepada Menteri Agama RI, Maftuh Basyumi.Selanjutnya, Adian Husaini menyuguhkan kepada pembaca tentang pluralisme agama dan dampaknya. Dalam bab ini, Adian Husaini "membeberkan" kepada pembaca bahwa ide persamaan agama yang digaungkan oleh kaum pluralis di Indonesia saat ini, sebenarnya benih-benihnya sudah ditabur sejak zaman penjajahan Belanda dengan merebaknya ajaran kelompok Theosofi. Bahkan, pada tahun 1970-1980-an sempat muncul gagasan pendidikan panca Agama di sekolah-sekolah. Tetapi tokoh-tokoh umat ketika itu beraksi keras dengan melakukan berbagai macam protes, sehingga program itu digagalkan. Di antara salah satu tokoh umat Islam yang tampil membantah keras ide persamaan agama itu adalah Dr. Rasjidi dalam bukunya "Empat Kuliah Agama di Perguruan Tinggi". (hal. 33-34).
Pada bab selanjutnya, Adian Husaini memberikan jawaban terhadap Ide pluralisme agama dengan mengajak pembaca berfikir, apakah bisa tauhid bersandingan dengan syirik? Sebagaimana dipahami bahwa pluralisme agama adalah suatu paham yang melegitimasi dan mendukung kekufuran dan kemusyrikan, sedangkan Islam adalah agama yang benar-benar memurnikan Allah dari perbuatan syirik atau agama yang benar-benar mentauhidkan Allah, " Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa selain dari itu, bagi siapa yang dikehendakinya. Barangsiapa yang menyekutukan Allah, maka sungguh ia telah melakukan dosa yang sangat besar." (QS. An-Nisa: 48). Dengan ayat ini, sudah jelas bahwa Allah sangat murka dengan kemusyrikan, sedangkan pluralisme agama melegitimasi segala jenis kemungkaran dan kemusyrikan. Pluralisme agama jelas membongkar Islam dari konsep dasarnya.
Tidak ada lagi konsep mukmin, kafir, syirik, surga, neraka dan sebagainya. Karena itu mustahil paham pluralisme dapat hidup berdampingan secara damai dengan tauhid Islam. (hal.83-84)Selain itu, Adian Husaini juga membongkar "borok" yang terdapat dalam aliran Ahmadiyah. Dalam konsepsi Ahmdiyah, tulis Adian, tentang kenabian Mirza Ghulam Ahmad dan tentang wahyu, misalnya, jelas-jelas telah mengorupsi konsep dasar Islam tentang kenabian. Mirza mengucapkan, "Dalam wahyu ini Tuhan menyebutkanku Rasul-Nya, karena sebagaiman sudah dikemukakan dalam Bahrain Ahmadiyah, Tuhan Maha Kuasa telah membuatkan manifestasi dari semua nabi, dan memberiku nama mereka. Aku Adam, aku Seth, aku Nuh, aku Ibrahim, aku Ishaq, aku Ismail, aku Ya'kub, aku Yusuf, aku Daud, aku Musa, aku Isa, aku adalah penjelmaan sempurna dari Nabi Muhammad Saw., yakni aku adalah Muhammad dan Ahmad sebagai refleksi." Ajaran seperti ini jelas telah menggerogoti ajaran agama Islam yang asli dan setandar.
Oknum-oknum internal seakan-akan mengajarkan Islam, padahal mengajarkan ajaran palsu yang jelas-jelas diluar standar Islam itu sendiri. (hal. 93)Buku ini penting bukan hanya bagi mereka yang menggeluti pemikiran Islam dan para dai muslim Indonesia, tetapi juga penting bagi masyarakat awam yang ingin mengetauhi letak-letak kesalahan paham pluralisme. Minimal bisa membantu khazanah keislaman kita agar tidak terjebak dalam konsep pluralis. (Hidayatullah)[Penulis adalah mahasiswa universitas al-Azhar Kairo, Mesir, Fakultas Syariah Islamiyah, Tingkat III dan menjabat sebagai Koordinator kajian As-Safiir HMM-Kairo, Mesir]
No comments:
Post a Comment